Rabu, 11 November 2009

Cerdas Menghadapi UN

Cerdas Menghadapi UN


Luar biasa dan two thumbs up, begitulah ungkapan yang paling tepat yang harus kita berikan kepada para siswa kelas III dan para gurunya dalam menyiapkan diri menghadapi Ujian Nasional (UN). Mereka sudah bekerja keras, mereka belajar ‘siang-malam, petang-pagi’. Mereka sudah try-out UN beberapa kali baik dilakukan disekolah sendiri maupun dengan Lembaga Bimbingan belajar. Mereka sudah ‘makan’ semua soal soal UN tahun sebelumnya dan buku buku Bimbingan UN dan pembahasannya. Mereka sudah mengorbankan apa saja, dalam pikiran mereka hanya satu kata ‘lulus’. Para guru sudah ‘berbuih mulut’ nya untuk memotivasi siswa untuk belajar. Sekarang ini semua siswa kelas III menjadi ‘kutu buku’ musiman, menjelang pelaksanaan UN. Ada indikasi, mereka sudah mengorbankan ‘masa emas’ remaja mereka.

Kerja keras memang harus, tapi sekedar kerja keras belumlah cukup. Kita juga dituntut untuk bekerja cerdas. Setiap keputusan dan tenaga yang dicurahkan harus tepat guna dan berdaya guna, (efektif dan efesien) yaitu melakukan suatu pekerjaan yang benar untuk mendapatkan hasil yang benar; bekerja efisien yaitu berusaha untuk mendapatkan hasil maksimal seperti yang diharapkan dengan usaha dan waktu yang seminim mungkin.. Bekerja cerdas sangat besar pengaruhnya terhadap kinerja seseorang. Orang yang hanya bekerja keras hasilnya tidak akan sebanding dengan orang yang bekerja cerdas.

Rumus ‘bengen’ menyebutkan siapa yang kuat, itu yang menang. Kenyataannya seringkali yang kuat, pintar dilibas oleh yang ‘biasa-biasa’ saja. Sebab, mereka yang kuat seringkali lupa menggunakan tenaganya dengan tepat. Terjadilah pemborosan sumber daya. Sementara yang kecil karena dijepit oleh keadaan, memutar otak untuk menggunakan tenaga yang ‘ala kadarnya’ itu dengan sebaik-baiknya. Siswa yang sedang ‘terjepit’ tapi kreatif dalam menghadapi UN dipandu oleh guru yang inovatif, mereka mencari strategi dan jurus alternatif untuk menjawab soal UN dengan modal ilmu yang ‘hanya sedikit’ itu.

Para siswa yang sedang menyiapkan diri untuk UN tentunya ingin meraih kelulusan. Untuk mencapai kata lulus, ternyata tidak cukup dengan bekerja keras saja. Memang, siswa ‘wajib’ bekerja keras. Tetapi kerja keras hanya sebuah syarat ‘cukup’ untuk lulus. Bila siswa tidak bisa mengaturnya dengan baik, hal itu justru bakal mendorong siswa menjadi lupa waktu dan terperangkap dalam rutinitas tugas yang tidak bisa dinikmati lagi. Bila hanya mengandalkan kerja keras belaka, siswa akan cepat kehabisan stamina belajar.

Siswa yang menjadi pekerja keras identik dengan belajar lebih lama di sekolah atau penambahan kuantitas tugas belajar. Bahkan, hal ini menjadi aktivitas belajar yang memboroskan, membosankan, menjemukan. Penambahan jam belajar bisa membuat siswa dan sekolah dinilai tidak memiliki manajemen belajar yang baik sehingga tidak bisa menyelesaikan pekerjaan dengan cepat sesuai jam belajar.

Tidak salah kiranya dengan kondisi itu, para pekerja keras sering mengeluh bahwa kerja keras dan pengorbanan terkadang tidak sepadan dengan hasil yang mereka dapatkan. Sudah ‘capek-capek’ belajar, tetapi tidak lulus. Akan lebih membuat kesal, jika banyak orang yang menurut siswa bekerja lebih santai dan rileksmalah lulus.

Margaret Steen, seorang ahli karier, mengatakan jika kerja keras tidak sesuai dengan yang didapatkan, maka berhentilah menjadi bekerja keras. Namun, itu bukan berarti siswa bermalas-malasan, atau tidak mengerjakan tugas dan tanggung jawab dengan baik sebagai seorang siswa. Berhenti menjadi bekerja keras berarti waktunya siswa mengubah pola dan mekanisme belajar

Steen menawarkan cara kerja yang disebutnya sebagai bekerja dengan cara yang cerdas atau smart work. Inti dari bekerja dengan cerdas, yaitu pembagian atau manajemen waktu, melakukan pekerjaan dengan lebih efektif dan efisien. Jangan takut untuk melakukan terobosan-terobosan saat menjalankan kewajiban Anda bekerja.

Cara yang dilakukan, mulailah memusatkan perhatian pada pekerjaan. Kurangi hal-hal yang bisa mengalihkan perhatian seperti bergosip, latihan drama, drum-band, main hp, dsb. Dengan belajar cerdas, semuanya bisa diselesaikan dengan lebih cepat. Hal-hal yang tidak penting, bisa siswa lakukan setelah selesai jam belajar atau ketika belajar tuntas. Jangan menganggap hanya dengan tambahan belajar sore, sudah memastikan diri lulus UN.

Jangan pernah menunda pekerjaan. Lakukan terobosan dalam belajar dengan mencari strategi dan jurus untuk menjawab soal soal tanpa harus berfikir keras. Tidak mengandal motode hafalan belaka. Hal yang bisa dicoba, misalnya dengan belajar menggunakan sistem multitasking. Sistem ini mengadopsi cara bekerja komputer, di mana alat itu bisa melakukan lebih dari satu pekerjaan dalam satu waktu. Komputer bisa memainkan lagu sambil kita mengetik. Dengan cara ini, siswa bisa mengerjakan dua atau tiga tugas dalam waktu bersamaan agar lebih menghemat waktu. Misalnya, mata pelajaran Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris bisa dipelajari dalam waktu yang bersamaan dalam hal mencari topik, tema, ide pokok untuk sebuah paragraf, dll.

Sudah bukan masanya lagi untuk berpikir bahwa yang satu bisa diselesaikan setelah yang lainnya. Kini, saatnya berpikir kontekstual, banyak hal bisa dilakukan bersama dengan hasil yang tetap optimal. Dengan bekerja cerdas, siswa telah mengoptimalkan waktu kerja lebih efisien dan efektif. Semakin sederhana kehidupan belajar siswa, makin sedikit waktu kerja, serta semakin besar peluang menambah ilmu siswa.

Ada baiknya kita melihat kembali ke dalam diri kita, mengevaluasi untuk memperbaiki dan memotivasi diri dalam menghadapi berbagai tantangan ke depan. Bagi siswa:

Pertama, berpikir bahwa anda mampu meraihnya. Usaha untuk meraih sesuatu dalam hidup ini dipengaruhi oleh cara berpikir kita. Norman Vincent Peale mengatakan: ubahlah cara berpikirmu, maka kau akan mengubah duniamu. Memikirkan apa yang akan kita raih, akan sangat mempengaruhi upaya kita untuk mengubah keadaan hidup kita. Cara berpikir mempengaruhi sikap mental menghadapi lingkungan, membangun rasa percaya diri dan menegaskan arah yang akan tuju.

Kedua, belajar dari kegagalan siswa kelas III sebelumnya atau hasil try-out UN. Jika siswa belajar sesuatu dari kegagalan siswa sebelumnya, sesungguhnya siswa itu sudah menciptakan jalan untuk lulus. Saat ‘merasa’ gagal, carilah penyebab kegagalan tersebut dan ambil pelajaran dari kegagalan itu.

Ketiga, merencanakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya. Apapun tujuan, impian kita, rencanakanlah dengan baik. ‘Tujuan tanpa perencanaan hanyalah sebuah harapan’.

Keempat, bertindak dengan penuh keyakinan. Saatnya siswa bertindak dengan serius. Siswa harus melakukan sesuatu untuk tetap menjaga motivasi agar tidak sia-sia. Ingat, tak ada apapun yang akan berubah bila tidak dilakukan sesuatu.

Kelima, pelajar tangguh. Hidup adalah rangkaian masalah, jika kita melihatnya sebagai masalah. Hidup adalah rangkaian tantangan, jika kita melihatnya sebagai peluang. Tantangan penting untuk otot pikiran. Tantangan membuat kita berfikir. Tantangan membuat kita kreatif. Bersyukurlah jika kita mempunyai tantangan. Artinya kita memiliki peluang. Hasil penelitian mengatakan bahwa ketekunan, keuletan, kegigihan akan membuat otot di seluruh tubuh kuat, baik otot badan, otot tangan, otot kaki, bahkan ‘otot’ di otak kita. Turn Spiro, Spero artinya: Selama Kita Bernafas, Kita Berusaha.

Kadangkala siswa menjadi jenuh dengan pekerjaannya. Dalam hal ini, guru perlu mencari tahu apa yang menjadi penyebab kejenuhan itu: apakah siswa menjadi jenuh karena tugas yang itu-itu saja, atau siswa menjadi jenuh karena tidak ada tantangan yang baru. Jika siswa menjadi jenuh karena tugas yang monoton sehingga tidak ada tantangan lain yang bisa didapatkan, sudah saat guru berkreasi dan berinovasi mencari tugas yang menantang dan mencerahkan.

Siswa harus terbuka, mereka harus memberi info kepada sekolah tentang proses pembelajaran selama ini yang tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Cara belajar kolaboratif seperti ini merupakan salah satu ciri bekerja cerdas. Disadari bahwa jika siswa bekerja cerdas, secara otomatis ada banyak waktu tersisa yang dimiliki, karena pekerjaan yang diberikan sudah diselesaikan secara maksimal. Itulah peran guru sebagai peneliti yang selalu mengkaji secara ilmiah fenomena yang terjadi pada anak didiknya.

Jangan tergoda untuk bermalas-malasan atau bersantai-santai dalam pekerjaan. Jika guru mendapati bahwa siswa sudah bekerja secara efektif dan efisien. Ini merupakan kesempatan yang baik untuk bisa memberi tugas tambahan yang konstruktif yang merangsang siswa untuk kreatif dan inovatif dalam belajar.

Karena itu, kita wajib berkerja keras, cerdas, dan ikhlas. Bekerja keras adalah bagian dari fisik. Bekerja cerdas merupakan bagian otak. Dan jangan lupa, bekerja ikhlas, bekerja bagian hati.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar